Krisis Minat Anak Muda dalam Pertanian: Alarm
Krisis Minat Anak Muda dalam Pertanian: Alarm –
Mendorong Minat Pemuda dalam Pertanian di Jawa Barat

Pertanian memiliki peran yang vital dalam memastikan ketersediaan pangan yang mencukupi untuk populasi yang terus meningkat. Namun, selama beberapa dekade terakhir, minat anak muda terhadap sektor pertanian semakin menurun, mengakibatkan kekhawatiran akan keberlanjutan produksi pangan di masa depan. Artikel opini ini akan mengupas mengenai perubahan paradigma minat anak muda terhadap bidang pertanian di Jawa Barat, serta implikasinya terhadap ketersediaan pangan dan kesejahteraan buruh tani. Untuk mendukung argumen ini, data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) akan digunakan untuk memberikan gambaran yang jelas.
Minat Anak Muda dalam Bidang Pertanian
Dalam beberapa tahun terakhir, minat anak muda terhadap pertanian di Jawa Barat mengalami penurunan yang signifikan. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini, seperti pergeseran tren pekerjaan yang lebih mengarah ke sektor non-pertanian, persepsi negatif tentang pekerjaan di bidang pertanian, serta keterbatasan akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang memadai dalam sektor ini.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat saat webinar ‘Transformasi Pertanian Jawa Barat Bersama Petani Milenial yang Inovatif dan Kekinian; Peluang dan Tantangan’, tahun 2020 lalu mencontohkan, proporsi petani di Jawa Barat paling banyak berada pada kelompok umur 45-49 yaitu sebanyak 36,30 persen.
Sementara, petani berusia 30-44 hanya 24,06 persen. Apalagi jika dilihat menurut tingkat pendidikan, ternyata dari seluruh tenaga kerja di sektor pertanian tersebut sebanyak 81,32 persennya berpendidikan setara SD ke bawah.
“Krisis petani muda merupakan satu persoalan dari sekian banyak persoalan di sektor pertanian,” ujarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anak muda cenderung tidak tertarik untuk terlibat dalam kegiatan pertanian. Padahal, potensi sektor pertanian di Jawa Barat sangat besar, dengan berbagai komoditas yang dapat dikembangkan, seperti padi, sayuran, buah-buahan, dan perkebunan.
Data terakhir berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang diselenggarakan BPS pada Agustus 2022 menunjukkan bahwa ada 38.703.996 penduduk Indonesia yang bekerja pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Dari angka itu Hanya 7.885.647 yang berusia 20-34 tahun atau sekitar 20,37 persen dari total penduduk yang bekerja di sektor pertanian.
Bahkan jika dibandingkan dengan data “Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Kelompok Umur dan Lapangan Pekerjaan Utama” hasil SAKERNAS pekerja pertanian yang berusia 20-34 tahun hanya menyumbang 5,82 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anak muda cenderung tidak tertarik untuk bekerja pada sektor pertanian. Padahal, potensi sektor pertanian di Jawa Barat sangat besar, dengan berbagai komoditas yang dapat dikembangkan, seperti padi, sayuran, buah-buahan, dan perkebunan.
Dampak terhadap Ketersediaan Pangan
Penurunan minat anak muda dalam bidang pertanian berpotensi berdampak negatif pada ketersediaan pangan di Jawa Barat. Jika tren ini terus berlanjut, dapat terjadi penurunan produksi dan keberlanjutan sektor pertanian. Dalam beberapa tahun terakhir, Jawa Barat telah mengalami ketergantungan pada pasokan pangan dari daerah lain, sehingga meningkatkan kerentanan terhadap fluktuasi harga dan gangguan pasokan.
Data BPS menunjukkan bahwa sektor pertanian di Jawa Barat menyumbang sekitar 40 persen dari total produksi pangan di provinsi tersebut. Namun, dengan penurunan minat anak muda, dikhawatirkan bahwa produksi pangan dapat menurun, meningkatkan tekanan pada ketersediaan pangan di wilayah ini.
Kesejahteraan Buruh Tani
Keterbatasan minat anak muda dalam bidang pertanian juga berdampak pada kesejahteraan buruh tani di Jawa Barat. Dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan harga input pertanian dan fluktuasi harga hasil pertanian telah menyebabkan beban yang lebih berat bagi buruh tani.
Dengan sedikitnya generasi muda yang terlibat dalam sektor pertanian, buruh tani yang sudah berusia lanjut menjadi lebih rentan terhadap beban kerja yang berat dan kurangnya akses terhadap teknologi modern.
Data BPS mengungkapkan bahwa tahun 2022 sekitar 88,05 persen dari total angkatan kerja di sektor pertanian di Jawa Barat adalah tenaga kerja informal. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor pekerjaan utama bagi banyak orang di wilayah tersebut. Namun, dengan minat yang semakin menurun, buruh tani dihadapkan pada risiko kesejahteraan yang lebih rendah.
Peningkatan harga input pertanian seperti pupuk, bibit, dan bahan bakar pertanian, serta fluktuasi harga hasil pertanian, telah menyebabkan ketidakstabilan pendapatan bagi buruh tani di Jawa Barat.
Minimnya akses mereka terhadap teknologi dan informasi modern juga membatasi produktivitas dan efisiensi dalam proses pertanian. Selain itu, rendahnya daya tawar dan ketergantungan pada rantai pasok pangan yang kompleks juga menjadi faktor yang mempengaruhi kesejahteraan buruh tani.
Solusi dan Implikasi Positif
Untuk mengatasi tantangan ini, perlu dilakukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi pertanian, untuk mengubah paradigma dan meningkatkan minat anak muda terhadap pertanian di Jawa Barat.
Pemerintah dapat memperkenalkan kebijakan dan insentif yang mendorong anak muda untuk terlibat dalam pertanian, seperti program pelatihan, bantuan modal, dan akses mudah terhadap sumber daya dan teknologi pertanian. Selain itu, investasi dalam pendidikan pertanian yang berkualitas dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan generasi muda dalam mengembangkan sektor ini.
Lembaga pendidikan dapat memperluas kurikulum pertanian dan menyediakan program pendidikan dan pelatihan yang relevan. Mereka juga dapat menjalin kemitraan dengan industri pertanian untuk memfasilitasi magang dan pengalaman lapangan bagi para siswa agar dapat memahami secara langsung potensi dan tantangan dalam dunia pertanian.
Organisasi pertanian dan kelompok masyarakat juga berperan penting dalam mempromosikan pertanian sebagai pilihan karier yang menarik bagi anak muda. Mereka dapat mengadakan kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan pembinaan untuk mendorong minat dan partisipasi anak muda dalam pertanian. Selain itu, penguatan ikatan sosial dan pengembangan jaringan antarpetani dapat membantu memperkuat kesejahteraan buruh tani.
Dengan meningkatnya minat anak muda dalam bidang pertanian, akan ada dampak positif yang signifikan pada ketersediaan pangan dan kesejahteraan buruh tani di Jawa Barat. Produksi pangan akan meningkat, mengurangi ketergantungan pada pasokan luar dan menguatkan keberlanjutan pasokan pangan.
Dengan lebih banyak anak muda yang terlibat dalam pertanian, akan terjadi peningkatan inovasi dan adopsi teknologi modern dalam proses pertanian, sehingga efisiensi dan produktivitas dapat ditingkatkan.
Selain itu, dengan meningkatnya minat anak muda, akan tercipta peluang ekonomi baru di sektor pertanian. Pengembangan agribisnis, seperti agrowisata, peternakan organik, atau pengolahan produk pertanian, dapat memberikan peluang usaha yang menarik bagi generasi muda. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan pendapatan mereka, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan.
Selaras dengan peningkatan minat anak muda dalam pertanian, perlu juga diperhatikan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan buruh tani. Peningkatan akses mereka terhadap pelatihan, kredit usaha, dan teknologi pertanian akan membantu meningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka. Selain itu, perlu diberikan perlindungan sosial, seperti jaminan sosial dan asuransi kesehatan, guna mengurangi risiko dan ketidakpastian yang dihadapi oleh buruh tani.
Dalam jangka panjang, jika minat anak muda terus tumbuh dalam bidang pertanian, ini juga akan memperkuat keberlanjutan sektor pertanian secara keseluruhan. Generasi muda yang terlibat dalam pertanian akan mewarisi pengetahuan dan keterampilan dari generasi sebelumnya, menjaga kontinuitas dan peningkatan dalam produksi pangan.
Kesimpulan
Minat anak muda dalam bidang pertanian di Jawa Barat saat ini menghadapi tantangan serius. Penurunan minat ini dapat berdampak negatif pada ketersediaan pangan dan kesejahteraan buruh tani. Namun, dengan adanya upaya kolaboratif dari pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi pertanian, dan kelompok masyarakat, paradigma ini dapat diubah.
Melalui sosialisasi, pelatihan, dan pembinaan, minat anak muda terhadap pertanian dapat ditingkatkan. Dampak positif yang diharapkan adalah peningkatan produksi pangan, peningkatan kesejahteraan buruh tani, dan pengurangan ketergantungan pada pasokan luar. Selain itu, peluang ekonomi baru juga akan tercipta di sektor pertanian.
Mengubah paradigma minat anak muda dalam bidang pertanian membutuhkan komitmen yang kuat dan tindakan nyata. Dengan demikian, Jawa Barat dapat menghadapi masa depan yang lebih berkelanjutan dan memastikan ketersediaan pangan yang mencukupi bagi generasi mendatang.