rmolFinance

Bank Sentral China Umumkan Suku Bunga, Bursa Asia Apa Kabar?

Bank Sentral China Umumkan Suku Bunga, Bursa Asia Apa Kabar? –Bank Sentral China Umumkan Suku Bunga Bursa Asia Apa Kabar 4652222.

Jakarta, RMOL.COBursa Asia-Pasifik dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Senin (22/5/2023), di mana investor mencerna implikasi dari sikap negara-negara G7 terhadap China dan dampak dari alotnya pembahasan plafon utang Amerika Serikat (AS).

Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang naik 0,14%, Hang Seng Hong Kong menguat 0,29%, dan KOSPI Korea Selatan melesat 0,88%.

Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China turun 0,14%, Straits Times Singapura turun tipis 0,08%, dan ASX 200 Australia melemah 0,21%.

Dari China, bank sentral (People’s Bank of China/PBoC) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya pada hari ini, di mana suku bunga acuannya PboC telah dipertahankan sejak September 2022 atau sembilan bulan beruntun.

Suku bunga pinjaman (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun tetap di level 3,65%, sedangkan LPR tenor 5 tahun masih di level 4,3%.

Hal ini sudah sesuai dengan prediksi pasar yang memperkirakan PBoC kembali mempertahankan suku bunga acuannya. Di lain sisi, hal ini juga terjadi saat investor di Asia-Pasifik mencerna implikasi dari sikap G7 terhadap China.

Dalam komunike bersama mereka pada Sabtu lalu, para pemimpin G7 mengatakan mereka ingin “mengurangi risiko, bukan memisahkan” keterlibatan ekonomi dengan China. Mereka juga tidak berpaling ke dalam, dan juga tidak ingin menghambat pembangunan ekonomi China.

Tetapi, pasar keuangan China telah terkoreksi tajam dalam beberapa pekan terakhir karena indikator ekonomi yang masih lesu, dengan latar belakang kekuatan utama dunia tampaknya mempertimbangkan kembali strategi investasi jangka panjang mereka terhadap China.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung beragam terjadi di tengah terkoreksinya bursa saham AS, Wall Street Jumat akhir pekan lalu, seiring negosiasi plafon utang AS yang berjalan alot.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,33%, S&P 500 turun 0,14%, dan Nasdaq Composite berakhir terkoreksi 0,24%.

Laporan awal bahwa negosiasi pagu utang AS menemui jalan buntu mengguncang pasar pada Jumat lalu. Ini terjadi bahkan ketika investor mencermati pernyataan Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell dalam diskusi panel untuk mencari petunjuk mengenai keputusan suku bunga pada rapat FOMC bulan depan.

“Semua mata tertuju pada Washington dan investor tetap fokus pada plafon utang,” kata David Carter, spesialis investasi di JPMorgan Private Bank di New York, dikutip Reuters (20/5).

“Ini seperti menonton kebuntuan nuklir dan berharap orang lain tidak cukup gila untuk menekan tombolnya,” ujarnya.

Dalam sambutannya, Powell mengatakan bahwa ketidakpastian seputar dampak lagging dari kenaikan suku bunga di masa lalu dan pengetatan kredit bank baru-baru ini membuat tidak jelas apakah diperlukan lebih banyak pengetatan moneter ke depan.

Menambah volatilitas pasar selama pekan lalu, Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan kepada CEO bank bahwa lebih banyak merger mungkin diperlukan untuk menghentikan krisis likuiditas perbankan.

Di lain sisi, investor menanti risalah rapat FOMC edisi bulan lalu pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Risalah ini akan menjadi bahan untuk dicerna investor demi mendapatkan insight soal kebijakan suku bunga dalam rapat mendatang.

Tak hanya itu saja, investor juga menanti rilis data indeks belanja konsumsi perorangan (Personal Consumption Expenditures/PCE) inti per April, yang menjadi acuan inflasi favorit The Fed.

Rilis tersebut menjadi agenda penting pekan depan lantaran data PCE inti akan turut mempengaruhi kemungkinan kenaikan (atau penundaan) suku bunga pada rapat tengah Juni.

Indeks PCE kemungkinan naik 0,2% bulan lalu, meningkat dari kenaikan 0,1% pada Maret. Secara tahunan, PCE kemungkinan naik 4,1%, pada laju paling lambat sejak Mei 2021 dan dibandingkan dengan kenaikan 4,2% pada Maret.

Adapun, PCE inti, yang tidak termasuk item makanan dan energi yang sifatnya volatil, diproyeksikan naik 0,3% dari Maret, dan 4,6% secara tahunan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Bursa Asia Dibuka Cenderung Cerah, Tapi Nikkei Lesu

(chd/chd)


Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button