Nama Wapres JK Kembali Diseret Dalam Kasus Penjualan Kondensat
RMOL. Kuasa hukum Raden Priyono, Supriyadi Adi merasa kliennya menjadi korban kasus korupsi penjualan kondensat. Untuk itu, ia meminta Bareskrim mengusut pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini.Mantan Kepala BP Migas (sekarang SKK Migas) itu, kata Adi, hanya menjalankan program pemerintah yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada 2009, untuk menjual minyak mentah atau kondensat kepada PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), guna menyelamatkan perusahaan tersebut.”Kalau itu memang iya. Jadi sebenarnya kan itu program dari pemerintah, Bapak Jusuf Kalla, nah itu dijalankan gitu lohh,” kata Adi saat dihubungi, Kamis malam (4/1).Meskipun sempat bermasalah pada pembayaran kepada negara, TPPI sudah membayar 95 persen kerugian tersebut. Sisanya kata dia, sesuai putusan pengadilan niaga untuk menunda pembayaran sampai 20 tahun ke depan. “Di sini kerugiannya apa?” tanya dia.Menurutnya, bila ada bukti penyidikan ada keterlibatan pihak lain, maka harus diusut. “Itu tugasnya penyidik lah. Jadi jangan keliatan tebang pilih gitu,” tegasnya.Mengenai berkas perkara kliennya bersama dua tersangka lainnya yakni Deputi Finansial Djoko Harsono dan eks Dirut PT TPPI, Honggo Wendratno yang sudah dinyatakan lengkap atau P21, Adi mengaku sudah mengetahuinya. Hal itu didapat dari pemberitaan di media massa.”Kita ikutin prosedur hukumnya dulu. Kami baru dapat info itu dari media ya, jadi belum tahu yang persisnya,” ucapnya.Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Porli Brigjen Pol Agung Setya mengaku saat ini anak buahnya tengah menyiapkan proses tahap dua alias penyerahan tersangka berikut barang bukti ke Kejaksaan Agung untuk naik ke meja hijau. “Kita sedang menyiapkan berkas yang sudah dinyatakan P21 oleh Jampidsus. Nanti kita koordinasikan untuk tahap duanya juga,” kata Agung di Mabes Polri, Jakarta, Kamis sore (4/1). Mengenai tahap dua tersangka Honggo yang kabur ke luar negeri, Agung enggan merinci tindak lanjut yang akan dilakukan penyidik. “Itu teknis,” ucapnya.
Kasus tersebut bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada Oktober 2008 terkait penjualan kondensat untuk kurun waktu 2009-2010. Penunjukan TPPI dilakukan melalui rapat terbatas oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sementara, perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut baru dilakukan pada Maret 2009. Padahal lifting minyak sudah dilakukan pengiriman sebanyak 15 kali. Penunjukan langsung ini telah menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50.[wid]
Kamis, 01 Maret 2018 | 20:43
Kamis, 01 Maret 2018 | 19:27
Kamis, 01 Maret 2018 | 19:19
Kamis, 01 Maret 2018 | 19:17
Kamis, 01 Maret 2018 | 19:04
Kamis, 01 Maret 2018 | 18:59
Kamis, 01 Maret 2018 | 18:53
Kamis, 01 Maret 2018 | 18:43
Kamis, 01 Maret 2018 | 18:43
Kamis, 01 Maret 2018 | 18:34
Selengkapnya